Sabtu, 04 Mei 2024
Vika Widiastuti | Rosiana Chozanah : Jum'at, 20 September 2019 | 19:00 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Himedik.com - Tidak sedikit wanita yang masih diam ketika mereka mengalami vaginismus. Padahal, tak ada salahnya untuk mengunjungi dokter.

Vaginismus merupakan kondisi ketika otot di sekitar vagina kejang atau berkontraksi secara tiba-tiba, menurut Cleveland Clinic.

Kondisi ini terjadi ketika seorang wanita mencoba untuk memasukan sesuatu, seperti tampon, ke dalam vagina atau saat penetrasi dan mereka akan merasakan sakit karenanya.

Bahkan, beberapa yang mengalaminya mengaku seperti ribuan jarum atau pisau yang menusuk organ intimnya.

Sebenarnya dokter tidak tahu persis mengapa vaginismus terjadi. Namun, hal ini diyakini berkaitan dengan kecemasan atau ketakutan untuk berhubungan intim.

Selain itu, kondisi medis seperti infeksi juga dapat menyebabkan rasa sakit saat penetrasi ini.

Ilustrasi vagina sakit saat berhubungan intim (Shutterstock)

Melansir WebMD, vaginismus dapat diobati. Misalnya, dengan melakukan latihan (privasi di rumah) untuk belajar mengendalikan dan mengendurkan otot di sekitar vagina.

Pendekatan ini disebut desensitisasi progresif. Tujuannya adalah untuk merasa nyaman dengan 'penyisipan' di dalam vagina.

Salah satunya adalah melakukan senam kegel. Setelah beberapa hari, masukkan satu jari hingga sekitar ujung sendi buku jari ke dalam vagina saat melakukan latihan.

Ilustrasi organ intim perempuan. (Shutterstock)

Biasanya lebih baik melakukannya di bathtub, yang mana air menjadi pelumas alami.

Mulailah dengan satu jari dan lanjutkan hingga tiga. Hal ini akan membuat otot vagina berkontraksi di sekitar jari. Keluarkan jari apabila merasa tidak nyaman.

Sementara itu menurut National Health Service (NHS), jika vaginismus yang terjadi disebabkan oleh rasa cemas atau takut, terapi psikoseksual, sensasi fokus, relaksasi teknis, atau pelatihan vagina dapat membantu.

BACA SELANJUTNYA

Hubungan Seks Bisa Tularkan Virus Corona Covid-19, Benarkah?