Selasa, 07 Mei 2024
Rosiana Chozanah : Sabtu, 22 Januari 2022 | 13:30 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Himedik.com - Resistensi antimikroba telah menyebar secara masif di seluruh dunia. Bahkan, kondisi ini disamakan sebagai pandemi berikutnya yang mungkin tidak disadari banyak orang.

Dalam sebuah makalah baru yang terbit di Lancet tercatat infeksi akibat resistan terhadap antimikroba telah menyebabkan 1,27 juta kematian di seluruh dunia dan telah dikaitkan dengan 4,95 juta kematian pada 2019.

Berdasarkan laporan The Conversation, jumlah tersebut lebih dari jumlah orang yang meninggal akibat HIV/AIDS dan malaria di tahun tersebut.

Resistensi antimikroba terjadi ketika mikroba penyebab infeksi, seperti bakteri, virus atau jamur, kebal terhadap obat.

Temuan baru memperjelas bahwa resistensi antimikroba berkembang lebih cepat daripada perkiraan skenario terburuk sebelumnya.

Ilustrasi bakteri dilihat dari mikroskop. (ua.depositphotos.com)

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kita kehabisan antibiotik yang efektif. Ini bisa menyebabkan infeksi bakteri sehari-hari menjadi penyakit yang mengancam jiwa.

Sebenarnya, resistensi antimikroba telah menjadi masalah sejak ditemukannya antibiotik penisilin pada 1928. Paparan berkelanjutan terhadap antibiotik membuat bakteri dan patigen lain menjadi lebih kebal.

Dalam beberapa kasus, mikroba dapat resisten terhadap obat tertentu.

Namun, penyebab yang mendorong kasus ini sangat kompleks. Semua hal, mulai dari cara kita mengosumsi antibiotik hingga pencemaran lingkungan dengan bahan kimia antimikroba.

Inilah sebabnya mengapa upaya global dan terpadu akan diperlukan untuk membuat perbedaan.

BACA SELANJUTNYA

Harus Seberapa Sering Mencuci Handuk? Ternyata Ini Lho Anjurannya