Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Himedik.com - Kasus pelecehan seksual perlu mendapat perhatian lebih, sebab tak cuma menyerang fisik tapi juga psikis korban. Perlu dipahami, pelecehan seksual atau yang disebut sexual harassment merupakan tindakan pemaksaan seksual yang dilakukan baik itu lewat sentuhan fisik maupun non-fisik, di mana sasaran yang diincar adalah bagian organ seksual korban.
Pelecehan seksual dibagi menjadi dua kategori, yaitu kategori fisik dan nonfisik. Pada kategori fisik, pelecehan seksual terjadi karena adanya tatapan yang sugestif terhadap bagian-bagian tubuh korban. Sedangkan untuk non-fisik, bentuknya bisa berupa siulan atau ucapan bernuansa seksual yang mengarah pada unsur pornografi.
"Ada satu survei dari luar negeri, di mana 81 persen wanita dan 43 persen pria pernah mengalami sexual harassment. Jadi angka ini cukup tinggi, tidak hanya wanita, pria pun juga bisa mengalami kejadian ini," ungkap Dokter Spesialis Kejiwaan dr. Hj. Gemah Nuripah Sp.KJ, dalam acara webinar Sexual Harassment and Depression beberapa waktu lalu.
Sementara itu, dr. Gemah juga memaparkan studi pelecehan seksual di AS yang dilakukan pada September tahun 2020. Studi ini mengatakan, wanita tiga kali lebih banyak mengalami pelecehan seksual dibanding pria.
Baca Juga
"Kemudian temuan studi mengungkap, wanita dua kali lebih banyak melaporkan kasus sexual harassment," ungkapnya lebih lanjut.
"Kemudian wanita berumur 29 tahun yang mengalami sexual harassment, 3-5 persen lebih tinggi dibanding wanita berumur 60 tahun," tuturnya, dikutip dari Suara.com---jaringan Himedik.com.
Dampak yang dirasakan umumnya berupa dampak psikologis, antara lain stres, trauma, depresi, bahkan kecenderungan untuk bunuh diri.
“Dampak psikologis ini bisa berjangka panjang. Saya pernah punya pasien pada saat sedang wawancara mendalam. Jadi, ada beberapa yang mengalami trauma pelecehan seksual pada masa anak-anak. Saat itu ia tidak mengetahui apa-apa, tapi setelah remaja dan dewasa, ia mengingat kejadian itu,” ungkapnya.
“Jadi mulai timbul gejala-gejala seperti itu. Mulai dari stres, trauma, depresi, dan kalau depresinya berat, bisa memiliki keinginan bunuh diri,” kata dr. Gemah.
Terkini
- 5 Cara Sederhana untuk Meredakan Pegal Linu dan Nyeri Sendi, Coba Dulu sebelum Minum Obat
- 4 Kebiasaan agar Jantung Tetap Muda dan Sehat, Yuk Lakukan Mulai Sekarang
- 5 Suplemen agar Tubuh Tetap Bugar di Usia 30 Tahun, Salah Satunya Vitamin D
- Ingin Turunkan Gula dan Kecilkan Pinggang? Yuk Konsumsi Biji-bijian Utuh
- Sering Dibuang, Ternyata Ini 5 Manfaat Biji Pepaya untuk Kesehatan
- Murah dan Mudah Didapat, Ternyata Labu Siam Punya 7 Manfaat Ini
- Jarang Disadari, 5 Superfood Ini Mudah Ditemui dan Baik untuk Dikonsumsi
- Hindari Begadang, Durasi Tidur Malam Berpengaruh pada Risiko Penyakit Jantung
- Ingin Mulai Jalani Intermittent Fasting? Hindari 5 Kesalahan Berikut
- 5 Tips Mengembalikan Pola Makan Sehat setelah Puasa dan Lebaran
Berita Terkait
-
Terapi Tertawa Bisa Mengurangi Rasa Sakit dan Stres
-
Studi Baru: Trauma Masa Kecil Meningkatkan Risiko Multiple Sclerosis
-
Novia Widyasari Sempat Dipaksa Aborsi 2 Kali dengan Mengonsumsi 2 Obat Ini
-
Kasus Novia Widyasari: Hal Ini Perlu Dilakukan Jika Jadi Korban Pemerkosaan
-
Sebagian Besar Korban Erupsi Gunung Semeru Alami Luka Bakar
-
Media Sosial Punya Dampak Negatif, Terutama pada Gadis yang Perfeksionis
-
Dampak Perundungan pada Anak, Seperti yang Dialami Artis Aurora Ribero
-
Sering Sakit Fisik Ketika Stres? Hati-hati, Mungkin Itu Gangguan Psikomatik
-
Kebiasaan Makan Sehat Picu Orthorexia, Kok Bisa?
-
Mau Atasi Jerawat? Perlu Gabungan Pengobatan Dermatologis dan Psikologis