Sabtu, 20 April 2024
Vika Widiastuti | Rosiana Chozanah : Jum'at, 04 Oktober 2019 | 14:30 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Himedik.com - Aborsi aman dapat dilakukan dengan beberapa cara, prosedur bedah atau pengguaan pil., seperti misoprostol. Salah satu pil yang aman digunakan adalah mistropostol.

Secara umum, misoprostol merupakan obat yang mencegah peradangan lambung selama mengonsumsi NSAID (aspirin, ibuprofen, naproxen), terutama jika memiliki tukak lambung.

Itulah mengapa mistropostol digunakan sebagai obat maag.

Sedangkan jika digunakan sebagai obat aborsi yang aman, misoprostol biasa dikombinasikan dengan obat mifepristone. Meski sebenarnya obat ini dapat digunakan tanpa kombinasi apapun.

Berdasarkan studi dari Prof. dr. Meiwita Budiharsana, MPA, PhD dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, pil aborsi yang sebenarnya aman ini justru beralih menjadi tidak aman.

Prof. dr. Meiwita Budiharsana, MPA, PhD (Suara.com/Rosiana)

Hal ini disebabkan oleh tidak adanya informasi apapun terkait misoprostol di Indonesia. Padahal, obat ini sudah beredar di pasaran, bahkan beberapa dijual secara 'gelap'.

Bahkan, dari hasil studi dr. Meiwita, sebanyak 95,5% bidan hanya memiliki pengetahuan yang minim tentang misoprostol.

"Dan mereka paling punya akses terhadap misoprostol. Karena misoprostol didistribusikan ke puskesmas. Tidak ada kontrol untuk itu," tutur dr. Meiwita, dalam acara Konferensi Internasional Pertama mengenai Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Indonesia, di Hotel Sahid Jaya, Selasa (2/10/2019).

Ia menambahkan, di Indonesia, misoprostol dikategorikan sebagai obat yang tidak berlabel. Maksudnya, tidak ada informasi mengenai dosis, cara penggunaan serta waktu pemakaian yang tepat.

"Mereka cuma mencontoh apa yang dilakukan oleh dokter di situ, belum tentu ada dokter spesialis. Seperti itu yang dilakukan dokter, seperti itu yang dilakukan bidan," lanjutnya.

Jika obat ini digunakan secara berlebihan atau tidak sesuai dosis, menurut dr. Meiwita, dapat menyebabkan komplikasi serta berisiko, misalnya pecahnya dinding rahim.

"Semakin restriktif undang-undang dan peraturan, tidak akan mengeleminasi aborsi. Justru semakin membuat mereka yang terpaksa melakukannya lebih berisiko mengalami unsafe abortion," tandasnya.

BACA SELANJUTNYA

China Mengimbau Vaksin Pfizer Tidak Disuntikkan pada Lansia, Mengapa?