Sabtu, 11 Mei 2024
Yasinta Rahmawati : Jum'at, 29 Juli 2022 | 18:55 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Himedik.com - Bagi banyak orang, mereka terbiasa menyimpan sendiri semua emosi atau masalah dan tidak perlu menceritakan perasaannya kepada orang lain. Khususnya pada orang dewasa, sering dituntut untuk menjadi sosok yang kuat dan mampu mengelola emosi dengan baik.

Orang dewasa juga dituntut memiliki sikap bijak dan menjadi contoh untuk anak-anak atau remaja.

Nyatanya hal tersebut dibantah Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, dr. Jiemi Adrian, Sp.KJ. Ia mengatakan sejak dahulu bahkan sejak zaman purba, emosi ada untuk disampaikan kepada lingkungan sekitar.

"Emosi ada bukan untuk ditelan telan sendiri, tapi untuk informasi," ujar dr. Jiemi melalui konten edukasi di Instagrm pribadinya, dikutip Suara.com, Kamis (27/7/2022).

Ia lantas bercerita, bagaimana zaman purba emosi digunakan untuk menolong manusia dari ancaman predator lain saat berburu, seperti menghalau harimau, singa, dan sebagainya.

Bahkan emosi digunakan untuk saling bertukar emosi saat manusia purba melakukan perburuan.

Tapi spesialis psikiatri itu menyayangkan kehidupan modern saat ini yang kerap mengecilkan atau menganggap sepele peran emosi.

Masyarakat modern juga, kata Jiemi, kerap menganggap emosi sebagai angin lalu atau masalah yang dapat menghalangi aktivitas.

"Emosi dianggap sebagai masalah, harusnya logika yang diutamakan, padahal ada banyak informasi di dalam emosi yang mungkin perlu kita proses supaya kita bisa mengambil keputusan dengan bijak," jelas dr. Jiemi.

Hasilnya ia menegaskan, bahwa emosi ada bukan untuk disimpan atau ditelan sendiri, melainkan untuk disampaikan dan dicerna karena ada informasi yang tersirat di dalamnya. "Emosi ada untuk dikomunikasikan dan dipahami data-datanya," tutup dr. Jiemi.

BACA SELANJUTNYA

Bahaya Penyaluran Emosi Marah yang Salah, Begini Saran Psikolog