Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Himedik.com - Tiba-tiba mendengar suara keras tentu menjadi hal yang tidak menyenangkan bagi siapa saja. Misalnya seperti alarm mobil yang tak kunjung berhenti atau sirine mobil ambulans. Namun jika hal tersebut menimbulkan rasa panik dan cemas, mungkin Anda mengalami apa yang disebut dengan fonofobia.
Orang dengan kondisi kesehatan mental ini merasakan stres dan kecemasan yang mendalam ketika mereka mengantisipasi suara keras. Mereka juga memiliki reaksi ekstrem terhadap suara keras.
Dilansir dari Healthline, fonofobia dapat terjadi pada usia berapa pun. Seperti semua fobia spesifik, penyebab pastinya tidak sepenuhnya dipahami.
Bisa jadi fonofobia disebabkan oleh faktor genetik. Orang dengan riwayat keluarga yang termasuk gangguan kecemasan mungkin lebih rentan terhadap kondisi ini.
Baca Juga
Fonofobia juga dapat disebabkan oleh faktor eksternal, seperti riwayat trauma masa kanak-kanak jangka panjang, atau insiden traumatis tunggal.
Pada anak autis dan beberapa anak lain, peristiwa traumatis mungkin tampak ekstrem, tetapi sebenarnya tidak demikian. Misalnya, tiba-tiba mendengar semua orang dengan keras meneriakkan kejutan di pesta ulang tahun.
Seseorang dengan fonofobia mungkin mengalami gejala-gejala ini saat mendengar suara keras, baik saat terjadi atau setelahnya, yaitu:
- Gelisah
- Takut
- Berkeringat
- Sesak napas
- Jantung berdebar atau peningkatan detak jantung
- Nyeri dada
- Pusing
- Mual
- Pingsan
Gejala fonofobia dapat membuat seseorang sulit menikmati kehidupan sehari-hari. Jika ketakutan akan suara keras terasa sangat mengganggu Anda, ada baiknya untuk menemui tenaga profesional seperti dokter, psikolog atau psikiater untuk membantu.
Dokter akan mendiagnosis kondisi dengan mengajukan pertanyaan tentang gejala dan pemicu kecemasan Anda. Riwayat medis, sosial, dan psikologis pun akan dibahas.
Perawatan terapeutik bisa sangat efektif untuk menghilangkan atau mengurangi reaksi fonofobia. Contohnya seperti terapi paparan dan terapi perilaku kognitif.
Terkini
- 5 Cara Sederhana untuk Meredakan Pegal Linu dan Nyeri Sendi, Coba Dulu sebelum Minum Obat
- 4 Kebiasaan agar Jantung Tetap Muda dan Sehat, Yuk Lakukan Mulai Sekarang
- 5 Suplemen agar Tubuh Tetap Bugar di Usia 30 Tahun, Salah Satunya Vitamin D
- Ingin Turunkan Gula dan Kecilkan Pinggang? Yuk Konsumsi Biji-bijian Utuh
- Sering Dibuang, Ternyata Ini 5 Manfaat Biji Pepaya untuk Kesehatan
- Murah dan Mudah Didapat, Ternyata Labu Siam Punya 7 Manfaat Ini
- Jarang Disadari, 5 Superfood Ini Mudah Ditemui dan Baik untuk Dikonsumsi
- Hindari Begadang, Durasi Tidur Malam Berpengaruh pada Risiko Penyakit Jantung
- Ingin Mulai Jalani Intermittent Fasting? Hindari 5 Kesalahan Berikut
- 5 Tips Mengembalikan Pola Makan Sehat setelah Puasa dan Lebaran
Berita Terkait
-
Ingin Punya Kesehatan Mental yang Bagus? Hiatus dari Media Sosial selama Seminggu Saja!
-
Demi Hal Ini, Selena Gomez Sudah Berhenti Bermain Media Sosial Sejak 4,5 Tahun Lalu
-
Manusia Punya 6 Indera, Fungsi yang Keenam Sangat Penting
-
Kekerasan Emosional Dapat Menyebabkan Depresi dan Rendahnya Harga Diri
-
Menulis Jurnal Setiap Hari Baik untuk Kesehatan Mental!
-
Sendiri Bukan Berarti Tidak Happy! Begini Cara Bahagia Meski Sendirian
-
4 Tanda Perlu Istirahat dari Media Sosial, Apa Saja?
-
5 Manfaat Bersepeda, Bagus untuk Kesehatan Mental Juga Lho
-
Tak Cuma Bikin Lebih Bugar, Menari Juga Baik untuk Kesehatan Mental
-
Psikolog Sebut Seseorang Perlu 3 Jenis Teman Ini, Siapa Saja?