Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Himedik.com - Sebuah studi baru menemukan antibodi yang terbentuk dari vaksin Covid-19 kurang efektif menetralisir atau melawan varian baru virus corona Covid-19 di Inggris, Brasil, dan Afrika Selatan.
Studi yang dipublikasikan di Jurnal Cell, mencatat bahwa antibodi penetral yang diinduksi oleh vaksin Pfizer dan Moderna kurang efektif melawan strain virus corona di Afrika Selatan dan Brasil.
Menurut para ilmuwan, antibodi penetral bekerja dengan mengikat virus secara erat dan memblokirnya memasuki sel untuk mencegah infeksi. Meski demikian, pengikatan ini hanya terjadi ketika antibodi dan virus cocok, ibarat kunci dan gemboknya.
Jika bentuk virus ini berubah ketika antibodi menempel padanya, antibodi tersebut mungkin tidak bisa lagi mengenali dan menetralisir virusnya.
Baca Juga
Para ilmuwan telah membandingkan seberapa baik antibodi bekerja melawan strain asli virus corona Covid-19 dan varian baru yang bermunculan.
Ketika para ilmuwan menguji strain baru virus corona terhadap antibodi penetralisir yang diinduksi oleh vaksin, mereka menemukan 3 strain baru virus corona Afrika Selatan yang 20-40 kali lebih resisten.
Sementara itu, strain baru virus corona di Brasil dan Jepang juga 5 hingga 7 kali lebih resisten terhadap vaksin Covid-19 dibandingkan virus SARS-CoV-2 aslinya dari Wuhan.
"Secara khusus, kami menemukan bahwa mutasi virus corona di bagian tertentu dari protein lonjakan disebut domain pengikat reseptor yang lebih mungkin membantu virus melawan antibodi penawar," jelas peneliti dikutip dari Times of India.
Namun, kemampuan varian baru virus corona Covid-19 ini melawan antibodi penetral ini bukan berarti vaksin tidak akan efektif melawannya.
"Tubuh memiliki metode perlindungan kekebalan lain selain antibodi. Temuan kami tidak selalu berarti bahwa vaksin Covid-19 tidak akan mencegah virus corona, tapi antibodi mungkin kesulitan mengenali beberapa varian baru," jelasnya.
Karena itu, para ahli perlu memahami mutasi yang lebih memungkinkan virus corona Covid-19 menghindari kekebalan yang diinduksi vaksin.
Studi ini juga bisa membantu para peneliti mengembangkan metode pencegahan yang lebih efektif, seperti vaksin pelindung yang bekerja melawan berbagai varian virus corona, terlepas dari jumlah mutasi yang berkembang.
Terkini
- Heboh Vaksin AstraZeneca Sebabkan Pembekuan Darah, BPOM Tegaskan Tidak Ada Kejadian di Indonesia
- Untuk Redakan Stres, Yuk Ikuti 5 Rekomendasi Dokter Berikut Ini
- Terpapar Asap Rokok saat Hamil Tingkatkan Risiko Stunting pada Anak
- 5 Masalah di Area Mulut Bisa Jadi Tanda Gejala Diabetes, Apa Saja?
- Dialami Dhanar Jabro sebelum Meninggal, Ketahui Apa Saja Gejala Asam Lambung
- 5 Cara Sederhana untuk Meredakan Pegal Linu dan Nyeri Sendi, Coba Dulu sebelum Minum Obat
- 4 Kebiasaan agar Jantung Tetap Muda dan Sehat, Yuk Lakukan Mulai Sekarang
- 5 Suplemen agar Tubuh Tetap Bugar di Usia 30 Tahun, Salah Satunya Vitamin D
- Ingin Turunkan Gula dan Kecilkan Pinggang? Yuk Konsumsi Biji-bijian Utuh
- Sering Dibuang, Ternyata Ini 5 Manfaat Biji Pepaya untuk Kesehatan
Berita Terkait
-
Infeksi Cacar Monyet 100 Kali Lebih Menyakitkan Daripada Covid-19, Ini Pengakuan Penyintas!
-
Jangan Lengah, WHO Ingatkan Pandemi Covid-19 Masih Darurat Kesehatan Global!
-
Kontrol Dampak Gejala Long Covid-19, Konsumsi 5 Jenis Makanan Ini!
-
Gejala Awal Virus Corona Covid-19, Waspadai Rasa Sakit di 2 Bagian Tubuh Ini!
-
Penyintas Infeksi Omicron BA.1 Tetap Bisa Tertular Subvarian BA.4 dan BA.5
-
Hati-hati, 7 Perubahan ini Pada Kuku Bisa Jadi Gejala Virus Corona Covid-19
-
Virus Corona Covid-19 Juga Berdampak Buruk Pada Kesehatan Tulang, ini 3 Efeknya!
-
Vaksin Booster Pfizer Diklaim Ampuh Cegah Gejala Covid-19 pada Balita
-
Tingkat Kekebalan dari Infeksi Omicron Rendah, Harus Tetap Vaksinasi Covid-19
-
Kecuali Amerika dan Afrika, WHO Sebut Kasus Virus Corona Covid-19 Menurun Secara Global!