Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Himedik.com - Tertawa merupakan respon alami yang muncul saat gembira atau mendengar lelucon. Meski terdengar remeh, tertawa ditemukan dapat membuat seseorang mampu menghadapi stres.
Dilansir dari Science Daily, orang-orang yang sering tertawa dalam kehidupan sehari-hari mungkin lebih siap untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang membuat stres.
Peneliti dari Divisi Psikologi Klinis dan Epidemiologi dari Departemen Psikologi di Universitas Basel baru-baru ini melakukan studi tentang hubungan antara peristiwa stres dan tawa dalam kehidupan sehari-hari.
Temuan yang dilaporkan di jurnal PLOS ONE ini memakai metode studi longitudinal intensif. Mereka menggunakan sinyal akustik dari aplikasi ponsel yang mendorong peserta untuk menjawab pertanyaan delapan kali sehari dengan interval tidak teratur selama 14 hari.
Baca Juga
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terkait dengan frekuensi, intensitas tawa, dan alasan untuk tertawa, serta peristiwa stres atau gejala stres yang dialami.
Dengan menggunakan metode ini, para peneliti yang bekerja dengan penulis utama, Dr Thea Zander-Schellenberg dan Dr Isabella Collins, mampu mempelajari hubungan antara tawa, peristiwa stres, dan gejala stres fisik dan psikologis ("Saya sakit kepala" atau " Saya merasa gelisah ") sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
Analisis yang baru diterbitkan didasarkan pada data dari 41 siswa psikologi. Sebanyak 33 di antaranya adalah perempuan, dengan usia rata-rata di bawah 22.
Hasil pertama dari penelitian observasional ini ditemukan bahwa pada fase di mana subjek sering tertawa, peristiwa stres dikaitkan dengan gejala stres subjektif yang lebih kecil.
Namun, temuan kedua justru tidak terduga. Ketika melihat ke interaksi antara peristiwa stres dan intensitas tawa (kuat, sedang atau lemah), tidak ada korelasi statistik dengan gejala stres. "Ini bisa jadi karena orang (peserta) lebih baik dalam memperkirakan atau mengingat frekuensi tawa mereka daripada intensitasnya, selama beberapa jam terakhir," kata tim peneliti.
Terkini
- Belajar dari Kasus Teuku Ryan, Ini 3 Cara Atasai Gairah Seks yang Menghilang karena Stres
- Bisa Bikin Pinggang Ramping, Pemakaian Korset Jangka Panjang Bawa Sederet Masalah Ini
- Heboh Vaksin AstraZeneca Sebabkan Pembekuan Darah, BPOM Tegaskan Tidak Ada Kejadian di Indonesia
- Untuk Redakan Stres, Yuk Ikuti 5 Rekomendasi Dokter Berikut Ini
- Terpapar Asap Rokok saat Hamil Tingkatkan Risiko Stunting pada Anak
- 5 Masalah di Area Mulut Bisa Jadi Tanda Gejala Diabetes, Apa Saja?
- Dialami Dhanar Jabro sebelum Meninggal, Ketahui Apa Saja Gejala Asam Lambung
- 5 Cara Sederhana untuk Meredakan Pegal Linu dan Nyeri Sendi, Coba Dulu sebelum Minum Obat
- 4 Kebiasaan agar Jantung Tetap Muda dan Sehat, Yuk Lakukan Mulai Sekarang
- 5 Suplemen agar Tubuh Tetap Bugar di Usia 30 Tahun, Salah Satunya Vitamin D
Berita Terkait
-
Belajar dari Kasus Teuku Ryan, Ini 3 Cara Atasai Gairah Seks yang Menghilang karena Stres
-
Untuk Redakan Stres, Yuk Ikuti 5 Rekomendasi Dokter Berikut Ini
-
Jarang Tertawa Bisa Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung, Ini Sebabnya!
-
Terapi Tertawa Bisa Mengurangi Rasa Sakit dan Stres
-
Stres Bisa Pengaruhi Tingkat Kesuburan Wanita, Ini Temuan Peneliti!
-
Stres Bisa Picu Tekanan Darah Tinggi, Ternyata Ini Hubungannya!
-
Menulis Jurnal Setiap Hari Baik untuk Kesehatan Mental!
-
Alasan Karyawan Perlu Ambil Cuti, Tak Cuma Mengurangi Stres
-
Teknologi Komunikasi yang Makin Mutakhir Bikin Stres Tinggi di Tempat Kerja
-
Karena Stres Berat, Selebgram Ini Sudah Menyapih Anak di Usia 4 Bulan