Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Himedik.com - Sejak awal pandemi virus corona Covid-19, sekitar enam bulan yang lalu, peneliti sudah mulai mengembangkan vaksin Covid-19 potensial. Berdasarkan catatan WHO, sudah ada 8 calon vaksin yang memasuki tahap uji klinis tiga dan dua.
Karena kemungkinan vaksin masih perlu waktu untuk tersedia secara global, banyak ahli mengandalkan kemanjuran antibodi dan antivirus dalam memerangi Covid-19. Inilah yang dilakukan para ahli ketika vaksin belum tersedia.
Meski antivirus tidak dapat mencegah infeksi, obat ini dijadikan 'senjata' karena dapat mencegah virus bereplikasi.
Antivirus menargetkan enzim yang dibutuhkan virus untuk menyalin genomnya (polimerase) atau untuk memotong protein yang lebih besar menjadi fragmen fungsional lebih kecil (protease).
Baca Juga
Virus corona diketahui menggunakan protease aktif, protein utama dalam reproduksi virus, untuk menyalin dirinya sendiri.
Sebuah studi dalam Science menunjukkan sekarang ada dua kandidat obat baru yang menghambat protease SARS-CoV-2.
Peneliti menemukan bahan kimia dalam obat dapat mengikat protease dan mencegah replikasi. Salah satunya adalah bahan kimia 11a, lebih menjanjikan daripada yang lain.
Bahan kimia 11a akan segera menjalani uji coba pada manusia setelah tes pada hewan membuktikan obat ini efektif dan tidak beracun.
Selain mengandalkan antivirus, ilmuwan juga mengembangkan antibodi monoklonal.
Dilansir The Health Site, ini adalah antibodi dikembangkan di laboratorium untuk memblokir protein lonjakan SARS-CoV-2 melekat pada reseptor sel ACE2 dalam tubuh. Hal ini memungkinkan tubuh mencegah adanya infeksi.
Satu studi baru ini di Science mengatakan mungkin ada dua antibodi yang masing-masingnya mencegah bagian berbeda dari protein lonjakan virus corona dari ikatan ke reseptor ACE2.
Sementara masing-masing antibodi itu sendiri dapat menetralkan virus, jika digabungkan akan lebih efektif dalam mencegah infeksi.
Percobaan akan segera dimulai untuk koktail antibodi ganda pada 2.000 orang di seluruh Amerika Serikat untuk kemampuannya dalam mencegah infeksi dan mengobati pasien yang berada pada tahap awal Covid-19.
Antibodi monoklonal bekerja melawan virus syncytial pernapasan, yang memiliki banyak kesamaan dengan SARS-CoV-2
Terkini
- Rutin Makan Tomat Bisa Bawa 5 Efek Baik Ini Lho
- Awas, Lingkaran di Bawah Mata Bisa Jadi Tanda Kadar Gula Darah Tinggi
- Makan Sayuran Ini Bisa Turunkan Kadar Gula Darah, Bagus untuk Penderita Diabetes
- Bau Mulut saat Puasa? 4 Hal Ini Bisa Jadi Penyebabnya
- Terus Sembelit saat Puasa? Coba Ikuti Tips Ini agar BAB Lancar
- Agar Efek Tetap Optimal, Bagaimana Aturan Minum Obat saat Puasa yang Tepat?
- Mie Instan Sebaiknya Tidak Dijadikan Menu Sahur, Ini Lho Alasannya
- Tak Perlu Takut, Puasa Justru Bisa Redakan Maag dan GERD
- Kontrol Behel di Bulan Ramadan, Apakah Bikin Puasa Batal?
- Bisa Bikin Kenyang Lebih Lama, Ini 5 Rekomendasi Menu Sahur yang Bernutrisi
Berita Terkait
-
Vaksin Booster Pfizer Diklaim Ampuh Cegah Gejala Covid-19 pada Balita
-
Vaksin Covid-19 Butuh Waktu untuk Bentuk Antibodi, Ahli: Jangan Suntik Mepet Mudik!
-
WHO Rekomendasikan Pil Antivirus Pfizer untuk Pasien Covid-19, Ini Kelebihannya!
-
Orang Gangguan Jiwa dan Sudah Vaksin Covid-19 Tetap Berisiko Terinfeksi Virus Corona, Ini Sebabnya!
-
Olahraga Setelah Vaksin Covid-19 Apakah Boleh? Begini Kata Ahli
-
Peneliti: Tak Ada Hubungan antara Vaksin Covid-19 dan Bell's Palsy
-
Produk Obat-obatan Palsu Merajalela Selama Pandemi Covid-19, Terutama di India
-
Gejala Varian Omicron, Ini Perbedaannya Pada Orang yang Vaksinasi dan Tidak!
-
Benarkah Kekebalan dari Suntikan Booster Vaksin Covid-19 Bertahan Lama?
-
Kasus Varian Omicron Melonjak, Perlukan Vaksin Covid-19 Dosis Keempat?