Selasa, 30 April 2024
Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana : Minggu, 17 Mei 2020 | 13:30 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Himedik.com - Aksi kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, bahkan secara global masih terjadi. Di Indonesia, catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2020 melaporkan, bahwa dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792 persen.

Artinya, kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama 12 tahun meningkat hampir 8 kali lipat.

Dilansir dari lamar resmi Komnas Perempuan, sepanjang tahun 2019 saja tercatat 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan.

Samuel D. Smithyman, psikolog klinis di South Carolina meneliti tentang pria yang melakukan kekerasan seksual pada perempauan.

Dilansir dari New York Times, Dr. Smithyman telah menyelesaikan 50 wawancara yang menjadi landasan tesisnya yang berjudul: Pemerkosa yang Tidak Terdeteksi.

Menurutnya, laki-laki yang malakukan kekerasan seksual tampak normal dan betapa beragamnya latar belakang mereka.

Tetapi penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa ada beberapa kesamaan pada pria pelaku kekerasan seksual.

Kesamaan yang paling menonjol tidak ada hubungannya dengan kategori demografis tradisional, seperti ras, kelas dan status perkawinan.

Para pria pelaku kekerasan seksual ini biasanya melakukan aksinya sejak masih muda. Mereka biasanya menyangkal bahwa mereka telah memperkosa wanita bahkan ketika mereka mengakui melakukan hubungan seks nonkonsensual.

"Jika Anda tidak benar-benar memahami pelaku, Anda tidak akan pernah memahami kekerasan seksual," kata Sherry Hamby, editor jurnal Psychology of Violence.

Ini mungkin sebagian terkait dengan kecenderungan untuk menganggap kekerasan seksual sebagai masalah perempuan padahal laki-laki juga bisa menjadi korban. Dalam konteks ini, laki-laki menjadi akar masalah.

"Studi awal sangat bergantung pada pemerkosa yang dihukum. Ini memiringkan data," kata Neil Malamuth, seorang psikolog di University of California, Los Angeles, yang telah mempelajari agresi seksual selama beberapa dekade.

Ilustrasi kekerasan seksual (Shutterstock).

Sebab pria yang melakukan pelecehan seksual dan tidak dipenjara karena lolos begitu saja, sering kali adalah mereka yang merupakan spesialis pelaku kekerasan seksual.

Studi yang lebih baru cenderung mengandalkan survei anonim mahasiswa. Para peneliti mengajukan mereka mengajukan pertanyaan yang sangat spesifik kepada subyek tentang tindakan dan taktik mereka.

Fokus dari sebagian besar penelitian agresi seksual adalah perilaku seksual nonkonsensual. Dalam kuesioner dan wawancara lanjutan, subjek secara mengejutkan terbuka bahwa mereka mengabaikan persetujuan pasangan atau korban untuk melakukan tindakan seksual nonkonsensual.

BACA SELANJUTNYA

Kasus Novia Widyasari: Hal Ini Perlu Dilakukan Jika Jadi Korban Pemerkosaan