Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Himedik.com - Pernyataan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikmawatty mengenai perempuan bisa hamil saat berenang bersama pria dikritik banyak orang. Sejak itu, publik mulai membahas betapa pentingnya edukasi seksual di Indonesia.
Tidak hanya itu, beberapa warganet pun lebih 'melek' terhadap permasalahan ini.
Misalnya di Twitter, mulai muncul berbagai utas yang membahas masalah kesehatan reproduksi. Salah satunya dari warganet yang membagikan hasil tangkapan layar yang berisi pertanyaan publik kepada dokter kandungan ini.
Bahkan, ada yang bertanya apakah sperma masih hidup ketika sudah kering.
Baca Juga
Utas ini seketika ramai dan banyak warganet yang menyayangkan betapa rendahnya pendidikan kesehatan reproduksi, terutama edukasi seks, di Indonesia.
"Jadi dokter tuh pusing ngga ya nanggepin pertanyaan2 kayak gini," tulis pemilik akun tersebut.
"Duh sex education memang dibutuhkan bangsa ini," komentar salah satu warganet pada utasnya.
Ternyata, hal ini juga dibenarkan oleh dokter kebidanan dan kandungan RSUP Dr Sardjito, dr. Shofwal Widad, Sp.OG.KFER.
"Betul, apakah itu (edukasi seksual di Indonesia) rendah? Iya. Walaupun itu tidak bisa dipukul rata. Beberapa daerah, dia akomodatif, beberapa daerah resistan," tutur dr. Wirdad pada Suara.com, Rabu (26/2/2020).
Sayangnya, hingga kini masih ada beberapa orang maupun wilayah yang menganggap edukasi seksual sebagai hal yang tabu.
"Di beberapa daerah itu memang termasuk mungkin tabu, memberikan materi edukasi kesehatan reproduksi terutama untuk remaja dan anak sekolah, masuk ke dalam kurikulum saja banyak yang tidak setuju," tambahnya.
Menurutnya, ini terjadi akibat mispersepsi. Mereka menganggap konten pendidikan atau edukasi seks itu seolah-olah seperti pendidikan yang mengajarkan bagaimana melakukan hubungan seks.
"Padahal sebenarnya jauh dari itu. Visi dan Misinya sebenarnya jauh dari itu, tujuannya adalah memberikan edukasi yang benar apa itu reproduksi, bagaimana dia menjalani masa peralihan ke pubertas, kemungkinan dia secara biologis mungkin hamil, tanggung jawab dan kosekuensi dia setelah pubertas, itu yang sebenarnya kita kawal," ujarnya.
Itulah sebabnya, Shofwal menganggap jalur formal adalah hal penting karena jalur ini dapat menjangkau lebih luas.
"Paling ideal adalah melalui beberapa jalur. Jalur formal masih tetap saya memandang itu penting. Karena itu paling mudah dapat mengakses setiap pelajar," tandasnya.
Terkini
- 5 Cara Sederhana untuk Meredakan Pegal Linu dan Nyeri Sendi, Coba Dulu sebelum Minum Obat
- 4 Kebiasaan agar Jantung Tetap Muda dan Sehat, Yuk Lakukan Mulai Sekarang
- 5 Suplemen agar Tubuh Tetap Bugar di Usia 30 Tahun, Salah Satunya Vitamin D
- Ingin Turunkan Gula dan Kecilkan Pinggang? Yuk Konsumsi Biji-bijian Utuh
- Sering Dibuang, Ternyata Ini 5 Manfaat Biji Pepaya untuk Kesehatan
- Murah dan Mudah Didapat, Ternyata Labu Siam Punya 7 Manfaat Ini
- Jarang Disadari, 5 Superfood Ini Mudah Ditemui dan Baik untuk Dikonsumsi
- Hindari Begadang, Durasi Tidur Malam Berpengaruh pada Risiko Penyakit Jantung
- Ingin Mulai Jalani Intermittent Fasting? Hindari 5 Kesalahan Berikut
- 5 Tips Mengembalikan Pola Makan Sehat setelah Puasa dan Lebaran
Berita Terkait
-
Tingkatkan Kualitas Sperma, Cobalah Sering Berhubungan Seks!
-
Studi Temukan Menelan Sperma Bisa Bantu Meningkatkan IQ, Benarkah?
-
Bukan 25 Tahun, Inilah Usia Paling Tepat Laki-laki Menjadi Ayah
-
Pria Harus Tahu, Ini Waktu yang Tepat untuk Program Punya Anak!
-
Orgasme Kering Adalah Hal Umum Bagi Pria, Apa Artinya?
-
Sering Salah Kaprah, Orgasme dan Ejakulasi Adalah Dua Hal yang Berbeda
-
Waduh, Virus Corona Covid-19 Bisa Turunkan Jumlah Sperma Selama 3 Bulan
-
Studi: Kurang Tidur Dapat Mengecilkan Ukuran Testis
-
Studi: Minuman Manis Berdampak Buruk untuk Kesuburan Pria
-
Mengenal Sindrom Turner, Kelainan yang Hanya Menyerang Perempuan