Kamis, 28 Maret 2024
Vika Widiastuti | Rosiana Chozanah : Kamis, 03 Oktober 2019 | 12:00 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Himedik.com - Konferensi Internasional Pertama mengenai Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi di Indonesia (ICIFPRH) telah digelar pada Senin (30/9/2019) hingga Rabu (2/10/2019) di Hotel Sahid Jaya, Yogyakarta.

Koferensi ini dihadiri oleh sejumlah tokoh. Tak hanya para cendekiawan, tapi juga pakar kesehatan dan pembangunan, hingga berbagai badan khusus PBB serta organisasi masyarakat sipil.

Acara yang diketuai oleh Profesor Siswanto Agus Wilopo dari Pusat Kesehatan Reproduksi Universitas Gajah Mada tersebut secara umum membahas berbagai cara yang dapat dilakukan untuk memajukan program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi di Indonesia.

Pasalnya, sejak sistem desentralisasi diterapkan pada 2001 lalu, program KB justru mengalami kemunduran.

Saat itu pengguna kontrasepsi yang awalnya telah mencapai 60% dan angka kelahiran telah berkurang dari 5,2 menjadi 2,6 per wanita, justru stagnan dan tidak menunjukkan perubahan hingga hampir dua dekade.

Dr. Siswanto (Suara.com/Rosiana)

"Hingga tahun 2018/2019, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tetap tinggi di 305 per 1000 kelahiran hidup," jelas Prof. Meiwita Budhiharsana dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dalam konferensi pers di ruang Gatotkaca, Hotel Sahid Jaya, Yogyakarta.

Itulah sebabnya, Konsorsium "Juara Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi di Indonesia" yang terdiri dari sejumlah lembaga non-pemerintah, universitas, serta dan kelompok masyarakat mengadakan konferensi internasional ini.

Konferensi ini diharapkan menjadi wadah diskusi tingkat nasional maupun internasional mengenai program KB serta kesehatan reproduksi sehingga berperan dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak di Indonesia.

Ilustrasi ibu dan anak. (Shutterstock)

"Kami bersemangat untuk membicarakan berbagai gagasan, pemikiran, praktik lapangan, dan kebijakan yang akan dikemukakan oleh para akademisi, peneliti, petugas lapangan, LSM dan pengambil kebijakan di tingkat nasional maupun internasional," tutur Amala Rahmah, Kepala Perwakilan Rutgers WPF Indonesia.

BACA SELANJUTNYA

Partisipasi Rendah, Pria Masih Dapat Stigma dan Kesulitan Akses Kontrasepsi