Senin, 29 April 2024
Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana : Kamis, 29 April 2021 | 13:00 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Himedik.com - Pada negara miskin atau berkembang seperti Indonesia, kasus stunting masih menjadi masalah kesehatan anak yang sangat diperhatikan. 

Stunting sendiri adalah kondisi anak gagal tumbuh baik secara fisik (lebih pendek) maupun pikiran, dan biasanya terjadi di 1.000 hari awal kehidupan.

Menurut Dr. dr. Tubagus Rachmat Sentika Hasan, Sp.A, MARS, IDAI Banten menyatakan bahwa kondisi stunting sendiri dapat dilihat dari enam tanda yang muncul di 1000 hari pertama kehidupan.

Salah satu yang paling terlihat adalah ketika anak tidak mengalami kenaikan berat badan selama dua kali timbangan.

"Ada 6 golongan (anak yang bisa terkena stunting), satu yang berat badannya tidak naik dalam dua kali timbangan di usia tiga tahun pertama," ujar dokter Tubagus Rachmat pada webinar yang diselenggarakan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Tangerang Selatan bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), Selasa (27/4/2021).

"Yang kedua, cari anak yang berada di bawah garis merah (gizi buruk) dan yang (ketiga) berada di bawah garis kuning (kurang gizi)," imbuhnya.

Ilustrasi stunting

Kemudian golongan anak yang perlu diperhatikan karena berpotensi stunting adalah mereka yang di leher memiliki kelenjar getah bening. Kemudian untuk tanda berikutnya adalah anak dengan TBC dan alergi.

"Kalau itu semua ditangani, tidak ada lagi yang stunting," ujar dokter Tubagus Rachmat.

Masalah stunting di Indonesia pada dasarnya tak jauh dari persoalan gizi. Berdasarkan Annals Globlal Health, stunting menjadi bentuk kekurangan gizi yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan linear dalam 3 tahun pertama kehidupan.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia tahun 2019 menyebutkan angka stunting di Indonesia berada pada 27,67 persen.

BACA SELANJUTNYA

Tidak Hanya Nutrisi, Ibu akan Menyalurkan Antibodi pada Anak Melalui ASI